Senin, 21 November 2016

Refleksi Lomba Mewarnai Jonggol Cendekia

Kehidupan memang selalu dipenuhi dengan warna-warni dalam setiap jalan ceritanya. Setidaknya itulah yang banyak orang katakan. Pilihan warna dalam hidup sangatlah beragam. Hampir mirip seperti pada nyanyian masa kecil kita "Balonku". Lain halnya dengan balon warna dalam kehidupan kita sejatinya akan ditentukan melalui ragam pemikiran dan laku perbuatan. Jonggol adalah ibarat kertas kosong, dimana masyarakatnyalah yang berhak menentukan warna, corak, dan ornamen pembentuk yang ada di dalamnya. Dalam rangka mempersiapkan generasi yang mampu mewarnai wajah masa depan Jonggol, mari kita berupaya sekuat tenaga menjadi teladan sikap, fikir, dan kata bagi mereka di setiap generasinya.

Itulah refleksi dari diadakannya lomba mewarnai Jonggol Cendekia tingkat anak-anak. Anak-anak sangat identik ibarat kertas putih, belum banyak ternodai, polos, dan masih banyak kesempatan untuk diwarnai dan mewarnai dirinya sendiri untuk menjadi indah di dalam kehidupannya kelak. Lomba mewarnai tingkat anak-anak yang dilaksanakan tanggal 6 November 2016 telah diumumkan siapa saja pememenangnya pada tanggal 20 November 2016. Lomba mewarnai dibagi menjadi dua kategori. Kategori pertama anak-anak usia 3, 4, dan 5 tahun. Sedangkan untuk kategori kedua adalah anak-anak usia 6, 7, dan 8 tahun.

Kami dari Jonggol Cendekia mengucapkan selama dan memberikan doa kepada para pemenang khususnya serta kepada seluruh para peserta umumnya, semoga menjadi anak yang berguna bagi agama, keluara, bangsa dan negara. Adapun pemenang lomba mewarnai ini adalah sebagai berikut:

Kategori usia 3, 4 dan 5 tahun:
1. Nadhira (Cariu)
2. Putri (Kujang)
3. Luki (Menan)
Kategori usia 6, 7 dan 8 tahun:
1. Laudita (Komplek TNI AL Jonggol)
2. Ilham Akbar P (Haur Kuning)
3. Ridho (Menan)

Selain sebagai ajang mengembangkan potensi anak-anak, kegiatan ini juga kami maksudkan sebagai sarana untuk memberi ruang kepada anak-anak dalam pelaksanaan Car Free Day di Kecamatan Jonggol. Semoga dengan kegiatan ini anak-anak menjadi ikut bahagia dan senang dalam pelaksanaan Car Free Day. Sekali lagi kami ucapkan selamat kepada para pemenang J



Dokumentasi Jonggol Cendekia:







Minggu, 23 Oktober 2016

Potret Pendidikan: Dulu, Kini dan Esok


JONGGOL (22/10/2016) Diskusi Publik Jonggol Cendekia edisi Oktober 2016 bertajuk "Potret Pendidikan: Dulu, Kini dan Esok". Menampilkan tiga narasumber, yaitu Èsèp Muhammad Zaini, Ediyar Abdul Malik, dan Hj. Siti Komisah. Sedangkan, sebagai keynote speaker Camat Kecamatan Jonggol, Beben Suhendar, S.H., M.M.


Diskusi kali ini dipandu oleh Muhammad Sutisna, S.Sos., pemerhati pendidikan di Jonggol sekaligus aktivis Jonggol Cendekia. Sebagai Camat, Beben Suhendar memaparkan program yang sudah terealisasi dan yang sedang dalam perencanaan.
  

"Bulan pertama saya mengemban amanah di Jonggol, langsung mendirikan tiga sekolah, yaitu SMPN 3, SMAN 2 dan SMKN 1 Jonggol. Tapi, untuk SMK masih ditunda dulu karena siswanya masih sedikit. Sehingga, dimasukkan ke SMAN 2 Jonggol. InsyAllah, lahannya sudah ada di Desa Sirnagalih seluas 2 hektar. Untuk sementara SMPN 3 menginduk di SMPN 1 Jonggol, SMAN 2 di SMPN 2 Jonggol. Semoga, bangunannya tahun depan terealisasi," demikian papar Beben.


Apa yang dipaparkan oleh Camat Beben merupakan salah satu dari 30 inovasi kecamatan Jonggol yang telah dirancangnya. Bidang pendidikan ini menjadi fokus utama bagi Beben. Sebab, bermula dari pendidikanlah akan melahirkan manusia yang cerdas dan berkualitas tinggi. Masyarakat Jonggol harus menjadi pelaku pembangunan, bukan sebagai penonton.


Sebagai sambutan dari Unit Pelaksana Teknis Pendidikan (UPTP) Jonggol, Empar, S.Pd., M.M., menyambut gembira dengan adanya diskusi ini. "Saya sering melihat siswa yang berkumpul atau berkoloni, baik di warung atau di pinggir jalan. Saya yakin siswa itu butuh tempat/komunitas untuk menyalurkan hobinya. Dan, perkumpulan semacam inilah yang kita harapkan bisa menampung aspirasi mereka," demikian ungkap Empar, salah seorang pengawas SD di Jonggol.


Narasumber pertama, Ediyar Abdul Malik memaparkan pentingnya belajar. "Belajar menuntut kita untuk berpikir. Akhirnya, kita menjadi pintar. Dalam belajar, kita memanfaatkan otak. Kalau tidak belajar, otak kita jadi mubazir. Dengan belajar, kita akan menjadi manusia terpelajar, realistis dan terbebas dari takhayul. Pendidikan lain dulu lain sekarang. Di era globalisasi, kita harus mampu memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)," demikian penjelasan Ediyar, yang merupakan pegiat pendidikan dan guru di SMAN 1 Jonggol.


Berikutnya, Èsèp Muhammad Zaini, Pemimpin Redaksi Majalah Guneman dan Ketua Komunitas Gemar Menulis dan Membaca (KAGUM) Bogor Raya, juga guru di SMPN 1 Jonggol. Èsèp mendeskripsikan konsep Ki Hajar Dewantara, yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. "Ketiga konsep itu tidak akan lekang dimakan waktu. Pendidikan di sekolah harus menjadi taman belajar dan bermain. Guru dan siswa harus bersama-sama menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Guru harus kreatif dan up date menggunakan model pembelajaran yang membuat siswa senang belajar. Di era digital, guru harus mampu memanfaatkan TIK untuk pembelajaran. Sekaligus guru sebagai penegak disiplin, etika dan moral. Juga, harus tetap berbasis kearifan lokal."


Terakhir, Hj. Siti Komisah, pegiat sekolah nonformal sekaligus guru di SMAN 1 Jonggol. "Pendidikan nonformal tidak kalah pentingnya dibandingkan pendidikan formal. Orang tua tidak harus memaksa anak-anaknya untuk belajar di sekolah (formal). Kalau pendidikan formal tidak bisa menampung semua lulusan jenjang di bawahnya. Pendidikan nonformal menjadi alternatif yang baik dan mungkin saja paling tepat bagi anak." Demikian ungkap Hj. Siti Komisah yang merupakan salah seorang guru asli penduduk Jonggol.


Diskusi yang dihadiri oleh para siswa SMP, SMA, dan MA serta mahasiswa dan guru semakin menghangat, saat sesi tanya jawab tiba. Penanya pertama, Syifa siswa Madrasah Aliyah Negeri 3 Kabupaten Bogor (semula MAN Jonggol). "Bagaimana pendapat Bapak tentang full day school?" Demikian pertanyaan Syifa.


"Full Day School (FDS) belum menjadi kebijakan, tetapi itu ide baik yang dilontarkan oleh Mendikbud. Tahun 2017, akan diterapkan di beberapa sekolah yang sudah siap. Hal itu akan dijadikan uji coba dan percontohan. Sebab, FDS sangat kompleks. Tidak mudah dalam pelaksanaannya." Demikian jawab Èsèp.


Pertanyaan kedua dari Aldi, siswa SMA Bina Citra Mandiri. "Bagaimana caranya Pak Camat untuk meningkatkan mutu pendidikan di Jonggol?" "Untuk meningkatkan mutu pendidikan, diperlukan infrastruktur, motivasi, penyamarataan kualitas sekolah/pendidikan. Guru jangan hanya bertumpuk di perkotaan, sedangkan di desa yang jauh kekurangan. Kita harus nyatakan jihad terhadap kebodohan dan kemiskinan," demikian jawab Beben.


Tepat pukul 17.30, diskusi pun diakhiri. Camat dan para narasumber serta peserta berfoto bersama. Jonggol Cendekia sebagai penyelenggara pun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas dukungan terhadap kegiatan diskusi publik ini. Jonggol Cendekia "Menata paradigma, menuju Jonggol yang madani". (Èsèp Muhammad Zaini)


Kamis, 29 September 2016

BEDAH FILM: GIE





[BEDAH FILM]
Film adalah sarana bahasa komunikasi budaya yang cukup ampuh. Film Gie ini walau titik pusat cerita pada biografi tokoh, akan tetapi latar waktu dan situasi yang dimunculkan mampu menggambarkan sejarah, bahkan budaya masa lalu terutama zaman orde lama dan awal masa orde baru.

Sosok Gie yang mempunyai jiwa pembaharuan serta mau begerak dalam situasi sosial dan negara yang carut marut boleh jadi relevan dan kita butuhkan dalam kondisi era saat ini. Maka membedah film ini rasanya perlu untuk menambah khazanah kita, baik pelajar, mahasiswa, dan seluruh masyarakat umumnya.
"Lebih baik diasingkan, daripada menyerah pada kemunafikan" Gie
Tanggal : 1 Oktober 2016
Waktu : 15.00 s.d 18.00
Tema Utama : Refleksi Hijrah dari Gelap ke Terang"
Tempat : Aula Lama Kecamatan Jonggol
- GRATIS -

Catatan: Pasca bedah Film dilanjut dengan pawai obor menmperingati tahun baru hijriah 1438 H. Meeting point Alun-alun Jonggol.
Informasi acara: 08979810133 SMS/WA (Kang Ismail)

Selasa, 27 September 2016

CAR FREE DAY JONGGOL PERTAMA DI KABUPATEN BOGOR

Senam Jantung Sehat-CFD Jonggol


Macet, panas, sibuk, dan penuh dengan sesakan manusia yang meniti peruntungan hidup. Jakarta seakan butuh ruang segar untuk bernafas. sebagai kota tersibuk, perlu adanya waktu khusus bagi warga Jakarta untuk meregangkan otot dan otak yang kaku. Car Free Day (CFD) atau hari bebas kendaraan bermotor setidaknya memberikan suasana berbeda sehari dalam sepekan. Jika biasanya pagi hari dimulai dengan kemacetan, beda halnya dengan pagi diakhir pekan yang memberikan suasana  jauh dari riuh kendaraan.

Car Free Day hadir sebagai salah satu kegiatan kampanye untuk mengurangi tingkat pencemaran udara di kota-kota besar akibat kendaraan bermotor. Kemudian, pentingnya akan kebutuhan ruang publik pun mulai disadari. Pengadaan taman-taman kota hingga CFD merupakan salah satu upaya untuk menciptakan ruang terbuka publik yang ramah bagi warganya. 

Sesuai dengan peranan departemen pekerjaan umum dalam penyediaan ruang publik di perkotaan, pemanfaatan ruang di perkotaan adalah ruang terbuka (open space). Ruang ini kemudian dapat diakses atau dimanfaatkan oleh warga kota secara cuma-cuma. Adanya ruang terbuka sebagai bentuk pelayanan publik dari pemerintah kota yang bersangkutan demi keberlangsungan beberapa aktivitas seperti sosial, rekreasi, kebersihan, keindahan, keamanan dan kesehatan.

Tak hanya kota-kota besar, hari ini Jonggol yang setingkat kecamatan pun mulai menyadari kebutuhan masyarakat Jonggol akan ruang terbuka publik. Ruang terbuka publik ini sebagai sarana publik untuk berkumpul, saling bercengkrama, bertukar ide dan gagasan hingga melakukan kegiatan ekonomi. Selain itu, ruang terbuka publik juga dapat dijadikan sebagai tempat olah raga, rekreasi dan berkumpul keluarga atau bahkan temu komunitas-komunitas. 

Car Free Day Jonggol merupakan salah satu inovasi yang dicanangkan pemerintah kecamatan demi terwujudnya ruang terbuka publik di Jonggol yang optimal. Bukan hal yang tak mungkin Jonggol dapat menggelar kegiatan CFD. Siapa sangka, animo masyarakat Jonggol begitu tinggi ikut serta meramaikan CFD. Mulai dari anak-anak, remaja, orang tua, semua tumpah ruah meramaikan Hari Bebas Kendaraan perdana di Jonggol. 

Sejarah mencatat, 18 september 2016 Jonggol mampu menciptakan ruang terbuka publik seperti CFD yang setingkat dengan kota-kota besar. Kegiatan ini merupakan kali pertama di kabupaten Bogor. CFD mungkin masih asing di telinga masyarakat Jonggol, ada yang menyambut baik ada pula yang kurang sepakat. Pengalihan arus lalu lintas yang belum terbiasa ini belum sepenuhnya bisa diterima oleh masyarakat dan angkutan umum yang rutenya dipakai oleh kegiatan Car Free Day. 


Dibalik sebuah kebijakan tak lepas dari pro kontra. Pemerintah pun pasti sudah memikirkan secara matang setiap kebijakan yang dikeluarkan. Hari Bebas Kendaraan terselenggara atas kerjasama pemerintah dan pemuda-pemuda Jonggol, yang kemudian dapat menjadi tradisi atau kebiasaan bagi masyarakat Jonggol di setiap pekannya. Tentunya kegiatan ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat Jonggol.

Oleh: Sri Mulyawati (Pegiat di Jonggol Cendekia)


Dokumentasi lainnya dari hastag #Ulinkajonggol di media sosial Instagram dan facebook:









Kamis, 15 September 2016

CAR FREE DAY


Jonggol memerlukan ruang terbuka publik sebagai sarana berkumpul masyarakat untuk saling sapa, saling mengenal dan saling bertukar ide dan gagasan. Bahkan ruang terbuka publik juga dapat dijadikan sebagai sarana tempat rekreasi dan berkumpul keluarga dalam upaya pemenuhan nutrisi batin untuk menumbuhkan kebahagiaan.
Car Free day ini merupakan salah satu bentuk upaya untuk mewujudakn ruang terbuka publik di Jonggol yang optimal.
Ramaikan Car Free Day Jonggol:
Waktu: 18 September 2016 (Rutin setiap hari minggu)
Tempat : Jalan lingkar Jonggol Kota, Alun-alun Jonggol
jam : 06.00 s.d 10.00 WIB

Acara:
1. Senam
2. Olahraga lari (penyediaan rute lari)
3. Pasar tumpah (bazar UMKM)
4. Drum Band
5. Kesenian dan budaya
6. Perkumpulan komunitas se-Jonggol
7. Aktivitas berkumpul masyarakat
8. Pelayanan Kesehatan
9. dll

Bagi yang berminat untuk menjajakan dagangannya dalam pasar tumpah harap konfirmasi: 085695762590 - Sri (sms/WA).


Selasa, 13 September 2016

Menengok Difraksi Sejarah Peradaban Manusia

(Penemu teori dasar peswat terbang modern: Abbas Bin Firnas)

Video ini akan sedikit merubah paradigma kita tentang sejarah peradaban manusia, terutama pada abad pertengahan. Umumnya kita mengenal dalam pelajaran sejarah yang diajarkan disekolah-sekolah kita abad pertengahan dengan istilah "The Dark Age" atau abad kegelapan. Padahal kontribusi ilmu pengetahuan pada abad pertengahan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan abad modern sangat besar. Sayangnya difraksi sejarah telah berlangsung lama hingga berabad-abad sampai sekarang. Video 1001 Invention ini akan membuka kembali sejarah yang pernah tertutupi. kami sangat menyarankan video ini ditonton oleh seluruh siswa-siswa se-Jonggol. Check this out..


Urgensi Kaum Muda


Peran Aktif Pemikiran dan Kontribusi Terhadap Pembangunan Jonggol
Pemanfaatan dari setiap aspek kehidupan khususnya di Jonggol sebagai bagian dari domain Bogor Timur bukanlah tidak mungkin untuk dapat lebih dioptimalkan. Saat ini tercatat ada beberapa organisasi kepemudaan yang bersifat sosial, politik, pelajar, keagamaan, bahkan komunitas-komunitas yang mengatasnamakan kesamaan hobi dan lain sebagainya. Karena organisasi merupakan sarana yang baik untuk membangun dan memaksimalkan peluang-peluang yang terdapat pada suatu daerah seperti Jonggol.

Dengan segala potensi yang ada, akan sangat baik Jonggol memiliki wadah yang bersifat primordialis, sebagai salah satu area penampung gagasan-gagasan segar dari kaum muda dengan semangat, ikhlas, dan membangun. Salah satu tujuan penting ini adalah membangun worldview masyarakat menjadi lebih berkualitas dan untuk mendorong lebih cepat ke arah yang lebih madani.

Kalimat "Agent of Change" adalah kalimat yang tidak asing di telinga kita sebagi kaum muda. Namun akan menjadi asing ketika tidak ada realisasi nyata dari kalimat tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud, dalam bahasa arab terdapat kata, at-taghayyur, yang artinya perubahan (change). Memang pembangunan yang benar harus melibatkan perubahan. Maksudnya ialah perubahan dari kejahilan menuju ilmu atau dari sakit menuju sehat. Dari miskin menjadi kaya, dari terjajah menjadi merdeka. Itu contoh perubahan yang positif, yang membawa makna pembangunan.


Menilik beberapa kondisi yang ada, sebagai insan muda sudah seharusnya kita membangun masyarakat dan lingkungan sekitar tempat tinggal kita. Kita tidak mungkin terus larut menumpang dalam label dan blankon mewah kemajuan dari daerah-daerah lain. Bangga terhadap kemajuan daerah sendiri adalah lebih baik dari pada hanya membuntuti dari belakang daerah lain yang sudah jauh lebih maju dan berkembang. Jonggol yang memiliki banyak potensi pemudanya ini, sayang sekali bila tak sama sekali memberi kontribusi. Ini adalah jelas tugas kita insan muda untuk mempelajari dan menggali potensi di wilayah sendiri.

Ditulis oleh:
Fazri Sobari
Pegiat di Jonggol Cendekia
Pengamat Pendidikan Jonggol


Rilis: Pernyataan Sikap Pembangunan Alun-alun


Sempat digadang-gadang menjadi ibu kota Negara Republik Indonesia atau sebagai Kota terpadu, tentu Jonggol memiliki potensi yang cukup untuk menjadi kota besar. Sebagai modal pertama diantara pertimbangannyaadalah letak Jonggol yang cukup strategis untuk menjadi kota terpadu atau menjadi pusat pemerintahan.

Namun, sejak Republik ini berdiri hingga sekarang, Jonggol masihlah menjadi daerah tertinggal dibandingkan wilayah lain yang berada di Bogor Timur. Bahkan jika dihitung jarak dengan Ibu Kota Negara Republik Indonesia, Jakarta. Tentu jarak Jonggol-Jakarta akan lebih dekat dan juga lebih mudah diakses dibandingkan jarak dan akses dari Jonggol kepusat Kabupaten Bogor itu sendiri (Cibinong dan Kota Bogor). Akan tetapi pembangunan Jonggol masihlah sangat jauh dari harapan.

Alun-alun Jonggol misalnya. Sebagai pusat Jonggol Kota, tentu alun-alun bisa menggambarkan wajah Jonggol secara umumnya. Alun-alun Jonggol semenjak pertama dibangun dengan terdapatnya tugu prasasti untuk menghargai para pahlawan kemerdekaan, selama ini justru memunculkan kesan tidak terawat dan bahkan terkesan ‘angker’. Padahal, seharusnya alun-alun ini dapat menjadi ruang terbuka (open spaces) berkumpulnya masyarakat Jonggol. Pembiaran sarana publik tidak terawat dan tidak termanfaatkan optimal adalah salah satu ciri kemunduran.

Era moderna seperti sekarang, seharusnya ruang publik (public spaces) harus dimanfaatkan secara optimal sebagai kebutuhan dasar. Dimana salah satu indikator terbentuknya smart city adalah smart living, yaitu terciptanya lingkungan hidup yang sehat dan layak huni. Maka kebutuhan akan tempat-tempat terbuka (public spaces) merupakan suatu kebutuhan dasar. Hal ini akan meningkatkan indeks kebahagian publik terutama dalam aspek pemenuhan tempat rekreasi dan tempat berkumpul yang nyaman, sehat, juga dengan ditunjang sarana dan prasarana yang baik.

Maka dengan ini kami Jonggol Cendekia menuntut:
  1. Camat Jonggol untuk merencanakan perombakan dan perencanaan pembangunan alun-alun Jonggol yang layak dan modern.
  2. Bupati Bogor untuk mengalokasikan anggaran daerah untuk pembangunan alun-alun Jonggol dan dimasukan dalam rancangan APBD Kab. Bogor Tahun 2017.
  3. Pemerintah Kabupaten memerhatikan infrastruktur Jalan Lingkar Kota Jonggol yang jauh dari layak terutama penerangan dan sanitasi yang merupakan Jalan Kabupaten (otoritas Kabupaten).
  4. Merubah nama Jalan Lingkar Kota Jonggol menjadi Jalan M. Syurdi Rusuh (alm) sebagai penghargaan kepada tokoh berprestasi Jonggol.










Selasa, 09 Agustus 2016

Kritik atas eksploitasi yang tak terbendung di Jonggol.


Bila berbicara   Jonggol  yang masih belum banyak diketahui oleh khalayak. Khususnya untuk jonggol itu sendiri.  Bahkan Jonggol masih dianggap mitos keberadaannya karena masyarakat masih menganggap bahwa jongggol itu hanya lucu-lucuannya 'wakwaw' saja ketika sinetron itu booming karena mengangkat nama jonggol.

Namun dalam tulisan saya ini tidak akan membahas siapa itu 'wakwaw', karena tanpa ditulis pun orang sudah tahu tentang dia.  

Dalam perjalanan saya beberapa waktu yang lalu, yakni menyisiri keindahan Jonggol yang mugkin masih belum banyak diketahui oleh masyarakat bahwa jonggol memiliki tempat yang sangat indah. Sawah-sawahnya pun kini terlihat menguning, karena kebetulan saat ini sedang musim panen. Meskipun sawah saat ini mesti bersaing dengan tumbuhnya perumahan sehingga harus rela berkorban demi berdiri tegaknya rumah-rumah dikawasan elite. Sungguh ironi, bila saat ini pemerintah sedang mengkampanyekan ketahanan pangan, akan tetapi sawah yang menjadi objek dari ketahanan pangan tersebut telah disulap menjadi kawasan perumahan.

Bila meminjam istilah teori globalisasi yang menjelaskan tentang perbedaan antara kota dan desa makin kabur terutama disebabkan makin majunya teknologi transportasi dan komunikasi sehingga sosiologi pedesaan memiliki pemahaman berbeda dengan yang lama. Karl Kautsky dalam karyanya “The Agrarian Question” mengutarakan bahwa kita harus mencari perubahan-perubahan yang dialami pertanian di bawah dominasi produksi kapitalis. Pedesaan yang baru seyogyanya bagaimana masyarakat desa (bukan hanya desa pertanian) dapat menyesuaikan diri terhadap masuknya kapitalisme modern di tengah kehidupan mereka (Rahardjo, 1999).

Memang benar, berdirinya kawasan elite yang hampir melanda seluruh daerah penyangga ibukota khususnya Jonggol mengharuskan areal persawahan dikorbankan untuk didirikan perumahan. Dan semakin memudarkan perbedaan antara kota dengan desa. Berubahnya sistem sosial masyarakat desa, yang semakin tidak teratur akibat harus mengadopsi budaya-budaya perkotaan. Padahal seharusnya desa tetaplah menjadi desa yang asri dan nyaman bagi para penghuninya.

Selain beralihfungsinya sawah menjadi kawasan perumahan, yakni kawasan sungai di wilayah jonggol yang kini juga turut menjadi korban dari geliatnya korporasi yang ingin mengeruk kekayaan sumber daya alam di Jonggol.

Ketika saya berkunjung ke kawasan bendungan Cipamingkis, bendungan yang dahulunya tampak bagus kini luluh lantah diterjang air bah akibat rusaknya ekosistem daerah aliran sungai. Hal itu terjadi karena semakin maraknya penambang pasir maupun batu dari masyarakat sekitar baik yang berskala kecil hingga skala besar yang semakin memperparah ekosistem sungai tanpa melihat analisis dari dampak lingkungannya.

Akibat eksploitasi tambang secara terus menerus, ketika musim hujan turun aliran sungai makin tidak terarah, airpun semakin tidak terbendung. Dan bendungan yang ada tidak mampu menahan laju air yang begitu sporadis. Bagaikan rindu yang tak terbendung, karena akibat cinta yang bertepuk sebelah tangan. Hanya bisa memendam rasa begitulah kira kira perumpamaannya.

Sudah saatnya pemerintah terkait baik tingkat kecamatan hingga provinsi dan beberapa dinas terkait untuk bijak dalam menyikapi persoalan ini. Memberikan solusi apakah harus benar benar menghentikan kegiatan penambangan pasir, namun disisi lain itu juga telah menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat.

Memberikan lahan pekerjaan baru itu merupakan solusi jangka panjang bagi pemerintah, agar masyarakat yang tadinya mencari pendapatan utama di sungai untuk mengeruk pasir diberi keterampilan untuk menciptakan pekerjaan yang baru, tanpa harus mengganggu ekosistem alam. Tidak mudah memang, tapi akan mudah dilaksanakan apabila pemerintah, khususnya pemerintah Provinsi Jawa Barat memang betul peduli terhadap masyarakat Jonggol yang merupakan bagian dari Jawa Barat

Khususnya dalam menyikapi semakin berkurangnya lahan persawahan di daerah jonggol, pemerintah daerah, khususnya Provinsi Jawa Barat agar lebih memperhatikan nasib petani di Jonggol. Agar petani tidak pesimis menjual lahannya kepada pengembang, akibat dari himpitan ekonomi. Padahal menurut KH Hasyim Asyari, Rais Akbar Nahdlatul Ulama, menjelaskan tentang bagaimana peran besar seorang petani, karena Petani itu merupakan penolong negeri. Tanpa ada petani,  ketahanan pangan kita akan terancam.

Oleh karena itu tugas kita sebagai pemuda, memberikan pemahaman kepada masyarakat betapa pentingnya menjaga keseimbangan alam. Dan betapa pentingnya melestarikan sawah sebagai ciri khas dari daerah pedesaan. Tanpa harus ketinggalan zaman, modernisasi itu memang perlu adanya namun harus disertai dengan menjaga tradisi. Itulah ciri warga negara yang baik.



Ditulis oleh Muhammad Sutisna (Anak muda Jongggol)


Dokumentasi foto lainnya:








Senin, 08 Agustus 2016

Mengawali Gerakan dengan Diskusi Virtual



Sabtu malam (6/7) telah diselenggarakan diskusi berbasis virtual oleh Jonggol Cendekia menggunakan aplikasi whatsapp. Diskusi virtual dengan terkoneksi kedalam jaringat internet (online) ini diikuti oleh 61 peserta yang terdiri dari lintas generasi (usia), lintas kompetensi ilmu, lintas profesi dan bahkan lintas negara. Ketua Jonggol Cendekia, Kang Yana menyampaikan bahwa tidak menyangka animo masyarakat Jonggol menyambut sangat positif diskusi online untuk pertama kalinya ini. "Awalnya, saya mengira diskusi online yang direncakan pada malam minggu ini akan diisi lebih banyak dari kalangan pemuda kelahiran tahun 80 s.d 90-an. Dilalah, dua hari pendaftaran diskusi dibuka, justru yang mendaftar terdiri dari pemuda Jonggol lintas generasi dan yang paling tidak muda diantara yang mendaftar berumur 48 tahun" ujar Kang Yana dalam media sosialnya.

Diskusi online ini pada dasarnya sama, sebagaimana konten jika kita melakukan disksui secara bertemu langsung. Akan tetapi tentu bagi peserta yang baru merasakan diskusi online pertama kali akan terasa berbeda sensasinya dan juga berlaku bagi Camat Jonggol, Beben, yang pertama kalinya melakukan diskusi online semi-formal menggunakan aplikasi whatsapp. Disksui online tersebut dimoderatori oleh Kang Entis dan menghadirkan Camat Jonggol, Beben Suhendar sebagai guest star. 

Mengawali diskusi, dalam sambutannya, Camat Jonggol mengapresiasi dengan diadakannya diskusi online tersebut. "senang rasanya bisa bergabung untuk bertukar pikiran dengan rekan-rekan. Membuat Jonggol lebih hidup, lebih maju, lebih sejahtera mutlak di perlukan sinergisitas semua elemen masyarakat untuk mencapai cita-cita yang di harapkan oleh warga masyarakat, agar Jonggol lebih baik. Kehadiran rekan-rekan akan membawa energi positif,  untuk itu informasi, saran, masukan, termasuk kritikan terpahitpun sangat saya harapkan. Semoga segala upaya yang sedang dan akan kita lakukan mendapat hasil yang maksimal dan penuh keberkahan". tutur Beben dalam sambutannya.

Diskusi online inipun yang terlaksana melebihi waktu yang direncanakan yakni dari pukul 19.30 s.d 22.00 WIB, yang justru berakhir pukul 23.57 WIB telah membicarakan banyak hal, dianatara isu dan sektor yang terbahas adalah dengan garis besar sebagai berikut:

1. Wisata (desa Wisata)
2. Infrastruktur jalan dan transportasi
3. Fasilitas warga (CFD, taman kota, ruang hijau terbuka dipusat kota dll)
4. Pertanian
5. Teknologi informasi dan pelayan publik
6. Sektor ekonomi
7. Pendidikan
8. Paradigma/ membranding nama baik Jonggol
8. Keamanan dan pelayanan kesehatan

Meskipun sangat meluas sektor yang dibahas, sebagai awalan banyak respon positif yang disampaikan oleh peserta diskusi. Ketua Jonggol Cendekia Kang Yana pun menegaskan bahwa diskusi online tersbut merupakan awalan sebagai pemicu agar Jonggol terbangun untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik. "diskusi kita pada malam hari ini tentu bukan ajang menyelesaikan masalah, karena masalah tidak akan selesai begitu saja dengan diskusi. Diskusi kita pada malam hari ini adalah trigger (pemicu/pemantik) untuk menumbuhkan rasa empati dan keinginan kita untuk memperbaiki lingkungan sekitar" Jelas Kang Yana.

Diakhir diskusi Kang Yana selaku ketua Jonggol Cendekia mengajak seluruh peserta diskusi untuk berkolaborasi, bersinergi membangun Jonggol. Dalam kesempatan tersebut Kang Yana menawarkan kepada peserta diskusi untuk melakukan 'kopi darat' agar diskusi dapat ditindak lanjuti menjadi gerakan yang lebih real dan dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas. "Kami dari teman-teman Jonggol Cendekia sebetulnya menawarkan untuk berkumpul langsung. Jika berkenan, malam minggu tanggal 13 atau ketika tanggal 17 Agustus dalam peringatan hari kemerdedaan Republik Indonesia, Kecamatan Jonggol" lanjut Kang Yana.

Menindaklanjuti forum diskusi online tersebut kami mengundang secara terbuka peserta diskusi online, pemuda jonggol dan masyarakat Jonggol umumnya untuk bertemu langsung 'kopi darat' pada waktu tersebut. Maka untuk lebih jelasnya waktu dan tempat pertemuan dapat menghubungi kanal informasi kami:


1. Email           : jonggol.cendekia@gmail.com
2. Fanspage     : Jonggol Cendekia

3. Instagram    : Jonggol Cendekia
4. Twitter         : Jonggol Cendekia
5. SMS center  : 085693957278



Selasa, 02 Agustus 2016

Yuk.. Ngobrolin Jonggol



Generasi muda sering kita mendengar merupakan generasi agen perubahan (agent of change), atau generasi yang akan melanjutkan estapet kepemimpinan masa depan (iron stock). Namun, tentu  generasi muda adalah generasi yang berapi-api, menggebu-gebu, yang jika diilustrasikan dengan lagu Rhoma Irama menjadi '"darah muda". Darah muda ini adalah kita, dimana rasa ingin tahu kita berlebih, semangat kita berlebih, hasrat perubahan kita berlebih, dan juga kelabilan kita pun dapat berlebih. Untuk itu, pemuda perlu urun rembug, ngariung, pa-amprok jonghok, ngobrol, agar berkumpulnya pemuda tidak merusak karena kelebihannya itu, akan tetapi pemuda berkumpul dapat membangun (agent of development). Apalagi pemuda Jonggol, kita perlu ngobrol bareng, menyamakan ide dan gagasan, apasih yang mau kita aspirasikan, curhatkan dan obrolkan tentang segala sesuatu yang bekaitan dengan Jonggol?

Yuk.. Ngobrolin Jonggol ? Agar semua kelebihan kita tersalurkan, keluh kesah akan kegalauan kita terwadahi. Sudah saatnya kita perlu urun rembug, atau kata Kang Emil mah "hidup adalah udunan". Sudah saatnya kita para pemuda Jonggol terdidik, yang ingin melihat Jonggol lebih baik untuk udunan. Udunan apa? Bisa bermacam-macam, seperti ide, masukan, kritik, saran, curhat bahkan unek-unek yang berkaitan tentang Jonggol. Sudah saatnya kita berkolaborasi bukan lagi saling sikut berkompetisi.

Jadikan kita sebagai generasi creative minority . Dimana menurut Arnold Toynbee kelompok creative minority adalah kelompok yang ia bagian minoritas dari masyarakat akan tetapi ia kreatif dan melakukan perubahan yang membangun, dan itulah kita 'pemuda'.

Yuk.. Ngobrolin Jonggol.

mengundang teman-teman pemuda Jonggol dalam diskusi santai menuangkan gagasan, ide, curhat, saran, kritik, dan apa saja yang bisa kita obrolkan tentang Jonggol. Mengisi malam minggu dengan bersilaturahmi chating bareng.

Cara pendaftaran:

Nama lengkap (spasi) Nomer Whatsapp (spasi) alamat di Jonggol (spasi) Pendidikan terkahir (spasi) Kuliah atau alumni/lulusan di Universitas/sekolah tinggi/akademi/institut jika berkuliah (spasi) Usia
kirim sms/WA ke: 
085693957278 (Kang Harry)
087774330114 (Kang Fazri) 
085772882221 (Kang Gugun) 
085771144687 (Kang Asep) 
081218357331 (Kang Entis)
08567937536   (Teh Risma)

Pelaksanaan Diskusi Online:
Sabtu/Malam Minggu, 06 Agustus 2016
keterangan: dimulai pukul 17.00 untuk penyampaian teknis dan adab diskusi

Presented by.
jonggolcendekia.org

Cijengkol, Ujung Jonggol Terabaikan


Smart mobility adalah ciri terpenuhinya transportasi publik yang nyaman dan infrastruktur jalan yang memadai sebagai pilar penopang terbentuknya smart city. Namun, yang terjadi di ujung perbatasan Jonggol, Kab. Bogor dengan Kec. Cibarusah Kab. Bekasi, tepatnya di daerah Kampung Cijengkol Desa Sukamanah Kecamatan Jonggol jauh dari kata layak. Wilayah Kampung Cijengkol yang juga berbatasan langsung dengan Kecamatan Cibarusah ini memperlihatkan ketimpangan infrastruktur dari dua daerah tersebut, dimana wilayah Cijengkol yang masuk kedalam Kecamatan Jonggol masih beralas tanah sedangkan wilayah Cibarusah sudah dicor beton.


Terkait dengan itu, Sabtu (30/7), Camat Jonggol, Beben Suhendar dalam diskusi Jonggol Forum memberikan konfirmasi dan menjelaskan bahwa ketimpangan infrastruktur tersebut diakibatkan belum adanya MoU (Memorandum of Understanding) antara pemerintah Kabupaten Bogor dengan Perum jasa tirta II Jatiluruh atau Perum Otorita Jatiluhur (POJ) selaku pemilik tanah sepanjang Jalan Irigasi di Wilayah Cijengkol tersebut. “Sampai kapanpun Jalan Irigasi itu tidak akan diperbaiki oleh pemerintah, selama pemerintah Kabupaten Bogor tidak membuat MoU dengan Perum Otorita Jatiluhur” Ujar Beben.


Beben pun sangat menyesalkan dengan lambatnya pemerintah Kabupaten Bogor dalam menyelasaikan permasalahan ini yang juga aspirasi dari masyarakat Jonggol. “Sudah empat tahun Pemda Bogor katanya mau membuat MoU, tapi sampai sekarang belum jadi juga” Jelas Beben. Padahal jika melihat infrastruktur Jalan Irigasi yang juga melintasi Kecamatan Cibarusah Kab. Bekasi sudah jauh lebih memadai, dimana Jalan sudah dicor dengan beton. “Pemerintah Bekasi bisa melakukan perbaikan jalan karena sudah ada MoU dengan Perum Otorita Jatiluhur, sedangkan Kab. Bogor sudah bertahun-tahun belum terealisasi” lanjut Beben.


Selain akses jalan yang jauh, infrastruktur yang tidak memadai karena jalan tanah berbatu dan juga tidak ada lampu penerangan. Kampung Cijengkol Desa Sukamanah ini juga perlu pendampingan dalam pemenuhan fasilitas hidup layak. Hampir sepanjang sungai irigasi banyak warga melakukan kegiatan mandi, cuci, dan kakus (mck) di sungai irigasi sekaligus. Tentu hal ini akan membahayakan kesehatan warga dan perlu perhatian khusus dari pemerintah, agar tercipanya smart living yaitu upaya terwujudnya kota sehat dan layak huni. Hal inipun senada dengan yang diinginkan oleh Enjang pemuda usia 24 tahun asal Kampung Cijengkol agar pemerintah memperhatikan nasib kampung Cijengkol. “Harapannya pemerintah bisa lebih memperhatikan kami yang di ujung Bogor ini, jalan saja sudah dari dulu sampai sekarang belum pernah diaspal” ujar Enjang. 


Reporter: Gugun Gumelar
Editor    : H. Hardiyana  
  


Jalanan tanah dan berbatu, jika hujan becek dan banyak genangan air.


Sungai irigasi kotor
Warga melakukan MCK di sungai
Tugu perbatasan Kab. Bogor dan Kab. Bekasi
perbatasan Jalan Kab. bogor dengan Kab. Bekasi
Anak kecil melakukan cuci kakus di sungai.