Senin, 25 Juli 2016
Jonggol, Mutiara Terpendam di Bogor Timur
Oleh: Muhammad Sutisna
(Pegiat di Jonggol Cendekia)
Terbesit dalam pikiran setiap masyarakat
Indonesia bila mendengar sebuah kata yang bernama Jonggol, banyak hal yang
diucapkan seperti apakah benar Jonggol itu ada?, atau hanya karangan saja (efek
sinetron yang dibintangi sonny wakwaw yang turut serta mempopulerkan nama
Jonggol).
Namun bagi saya Jonggol itu bukan hanya
sekedar nama, namun memiliki arti yang luar biasa karena Jonggol tempat saya
menghabiskan masa kecil disana.
Selama 14 tahun tinggal di Jonggol, belum
banyak perubahan berarti mungkin hanya perubahan secara fisiknya saja, atau
bisa dibilang makin berkurangnya area persawahan yang disulap menjadi bangunan
beton dengan berbagai fungsinya seperti area pertokoan, atau perumahan.
Padahal dahulu Jonggol sempat diwacanakan sebagai ibukota negara Indonesia di
era Pak Harto. Menarik bukan? Sebuah daerah yang berada dipinggiran Jakarta
akan menjadi pusat pemerintahan Republik Indonesia. Namun namanya wacana ya
tinggal wacana belaka, ibarat kata sepert Cinta bertepuk sebelah tangan, hanya
tinggal angannya saja. Padahal Jonggol memiliki potensi yang luarbiasa dalam
berbagai macam sumberdaya khususnya sumber daya alam, khususnya potensi wisata
yang masih belum diketahui oleh khalayak ramai.
Bicara soal potensi daerah ada fenomena
menarik pasca era Reformasi dimana setiap daerah saat ini sama sama saling
menunjukkan potensi khusus yang dimilikinya masing masing. Efek dari sistem
otonomi daerah yang diterapkan sehingga daerah memiliki wewenang penuh untuk
mengelola daerahnya. Berbeda semasa orde baru yang lebih tersentral, dimana
pembangunan lebih difokuskan di pusat. tak ayal menimbulkan tidak meratanya
pembangunan, masih banyak daerah yang jauh dari kata layak dalam berbagai
bidang. Padahal daerah tersebut memiliki potensi yang luarbiasa apabila
dikelola dengan baik.
Banyak pemimpin-pemimpin di negeri ini lahir dari daerah, seperti
Presiden Joko Widodo yang lahir dari daerah yang dulunya Walikota Solo,
belakangan ini juga mencuat seperti adanya Ridwan Kamil (Walikota Bandung), Ibu
Risma (Walikota Surabaya), Nurdin Abdullah (Bupati Bantaeng Sulsel), Ganjar
Pranowo (Gubernur Jateng), Kang Aher (Gubernur Jawa Barat), Ahok yang dulunya
pernah menjabat sebagai Bupati Belitung Timur sekarang menjabat sebagai orang
nomor 1 di DKI, Dedi Mulyadi (Bupati Purwakarta), dan masih banyak lagi.
Hal ini membuktikan adanya semangat baru bagi daerah untuk sama
sama membangun dan menggali segala potensi yang dimiliki daerah. Bagus atau
tidaknya pembangunan suatu bangsa itu dilihat dari pembangunan daerahnya.
Karena daerah merupakan pusat perekonomian yang paling potensial yang dimiliki
bangsa ini. Sumber pendapatan negara terbesar pun lahir dari ekonomi mikro yang
tersebar diseluruh Indonesia.
Berkaca dari hal tersebut, sekiranya ada
setitik harapan bagi Jonggol untuk bisa mengembangkan potensinya. Bukan sekedar
potensi sumberdaya alam yang terus dieksploitasi tanpa ada pengkajian terlebih
dahulu sehingga menimbulkan kerusakan alam. Atau masih minimnya lapangan
pekerjaan. Namun yang lebih terpenting adalah penguatan sumberdaya manusianya.
karena apabila sumberdaya manusianya sudah terbangun, potensi yang dimiliki itu
bisa dikelola dengan baik tanpa harus menganggu keseimbangan alam.
Salah satu cara ampuh dalam penguatan
sumberdaya manusianya adalah dari sektor pendidikan. Seperti yang dikatakan Ki
Hajar Dewantara adalah Pendidikan merupakan senjata ampuh dalam meningkatkan
drajat suatu bangsa. Melihat masih minimnya masyarakat Jonggol yang sadar akan
pendidikan. Banyak usia produktif yang seharusnya memiliki potensi mengenyam
pendidikan ditingkat selanjutnya, terbentur dengan masalah biaya yang
sebetulnya tidak perlu apabila dari pemerintahnya sendiri peduli akan
pendidikan di daerah daerah.
Ada visi besar yang di coba ditularkan oleh
Pemerintah Kecamatan Jonggol dibawah pimpinan Pak Beben selaku camat Jonggol.
Seperti beberapa tempo lalu saya sempat bertemu dengan beliau. Khususnya dalam
sektor pendidikan beliau sadar akan masih kurangnya masyarakat akan pentingnya
pendidikan. Sehingga perlu ada semangat baru agar masyarakat terus untuk
bersemangat dalam mengenyam pendidikan.
Namun sekali lagi apabila visi besar
tersebut tidak direspon dengan baik oleh masyarakat. Lagi lagi akan hanya
sebagai wacana, dan akan cenderung berjalan statis. Ibarat cinta lama yang tak
kunjung usai hanya dapat dipendam namun tak mampu untuk diraih. Sedih sekali
bukan?
Dalam lirik lagu Indonesia Raya yang selalu
digelorakan tentang “Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya” yang menjelaskan
bahwa pembangunan manusia sangatlah diutamakan. Melalui pendidikanlah salah
satu jalan dalam hal pembangunan manusia tersebut. Apabila sumberdaya
manusianya sudah terpenuhi, pembangunan dalam segi apapun akan mudah
dijalankan.
Oleh karena itu berangkat dari kegelisahan
tersebut kami selaku Pemuda yang peduli akan kemajuan Peradaban Jonggol mencoba
menawarkan sebuah solusi. Sama seperti halnya yang dirisaukan oleh Pak Camat
soal pendidikan. Kami sadar betul akan pentingnya pendidikan. Memang hal
tersebut bukanlah perkara mudah, khususnya bagi kami para pemuda yang masih
suka galau hanya karena soal masalah hati yang tak kunjung usai, namun tak
menjadi halangan untuk memberikan yang terbaik untuk daerah sendiri.
Atas dasar tersebut, bagi saya segala
potensi dan sehebat apapun yang di miliki Jonggol tanpa diimbangi oleh karakter
pendidikan penduduknya itu sendiri tidak akan pernah berjalan dengan baik.
Potensi tersebut hanya dapat dinikmati oleh korporasi tertentu, dan masyarakat
hanya dijadikan alat politik agar bisa menguasai sektor tersebut.
Bagi saya Pak Beben bisa menjadi garda terdepan
untuk meningkatkan potensi pendidikan di wilayah Jonggol agar seluruh elemen
masyarakat bisa merasakan pendidikan dari segala jenjang. Agar masyarakat bisa
memahami dan mengimplementasikan visi besar yang dimiliki oleh pimpinannya.
Sudah saatnya Jonggol bangkit untuk
peradaban bangsa. Saat ini kemajuan bangsa pun ditentukan oleh kemajuan suatu
daerah. Tanpa adanya proses pembangunan di daerah, negara ini tidaklah berarti.
Dan perlunya sinergitas antara segala lini di birokrasi agar pembangunan tersebut
bisa terlaksana sesuai yang direncanakan.
0 comments:
Posting Komentar