Selasa, 09 Agustus 2016

Kritik atas eksploitasi yang tak terbendung di Jonggol.


Bila berbicara   Jonggol  yang masih belum banyak diketahui oleh khalayak. Khususnya untuk jonggol itu sendiri.  Bahkan Jonggol masih dianggap mitos keberadaannya karena masyarakat masih menganggap bahwa jongggol itu hanya lucu-lucuannya 'wakwaw' saja ketika sinetron itu booming karena mengangkat nama jonggol.

Namun dalam tulisan saya ini tidak akan membahas siapa itu 'wakwaw', karena tanpa ditulis pun orang sudah tahu tentang dia.  

Dalam perjalanan saya beberapa waktu yang lalu, yakni menyisiri keindahan Jonggol yang mugkin masih belum banyak diketahui oleh masyarakat bahwa jonggol memiliki tempat yang sangat indah. Sawah-sawahnya pun kini terlihat menguning, karena kebetulan saat ini sedang musim panen. Meskipun sawah saat ini mesti bersaing dengan tumbuhnya perumahan sehingga harus rela berkorban demi berdiri tegaknya rumah-rumah dikawasan elite. Sungguh ironi, bila saat ini pemerintah sedang mengkampanyekan ketahanan pangan, akan tetapi sawah yang menjadi objek dari ketahanan pangan tersebut telah disulap menjadi kawasan perumahan.

Bila meminjam istilah teori globalisasi yang menjelaskan tentang perbedaan antara kota dan desa makin kabur terutama disebabkan makin majunya teknologi transportasi dan komunikasi sehingga sosiologi pedesaan memiliki pemahaman berbeda dengan yang lama. Karl Kautsky dalam karyanya “The Agrarian Question” mengutarakan bahwa kita harus mencari perubahan-perubahan yang dialami pertanian di bawah dominasi produksi kapitalis. Pedesaan yang baru seyogyanya bagaimana masyarakat desa (bukan hanya desa pertanian) dapat menyesuaikan diri terhadap masuknya kapitalisme modern di tengah kehidupan mereka (Rahardjo, 1999).

Memang benar, berdirinya kawasan elite yang hampir melanda seluruh daerah penyangga ibukota khususnya Jonggol mengharuskan areal persawahan dikorbankan untuk didirikan perumahan. Dan semakin memudarkan perbedaan antara kota dengan desa. Berubahnya sistem sosial masyarakat desa, yang semakin tidak teratur akibat harus mengadopsi budaya-budaya perkotaan. Padahal seharusnya desa tetaplah menjadi desa yang asri dan nyaman bagi para penghuninya.

Selain beralihfungsinya sawah menjadi kawasan perumahan, yakni kawasan sungai di wilayah jonggol yang kini juga turut menjadi korban dari geliatnya korporasi yang ingin mengeruk kekayaan sumber daya alam di Jonggol.

Ketika saya berkunjung ke kawasan bendungan Cipamingkis, bendungan yang dahulunya tampak bagus kini luluh lantah diterjang air bah akibat rusaknya ekosistem daerah aliran sungai. Hal itu terjadi karena semakin maraknya penambang pasir maupun batu dari masyarakat sekitar baik yang berskala kecil hingga skala besar yang semakin memperparah ekosistem sungai tanpa melihat analisis dari dampak lingkungannya.

Akibat eksploitasi tambang secara terus menerus, ketika musim hujan turun aliran sungai makin tidak terarah, airpun semakin tidak terbendung. Dan bendungan yang ada tidak mampu menahan laju air yang begitu sporadis. Bagaikan rindu yang tak terbendung, karena akibat cinta yang bertepuk sebelah tangan. Hanya bisa memendam rasa begitulah kira kira perumpamaannya.

Sudah saatnya pemerintah terkait baik tingkat kecamatan hingga provinsi dan beberapa dinas terkait untuk bijak dalam menyikapi persoalan ini. Memberikan solusi apakah harus benar benar menghentikan kegiatan penambangan pasir, namun disisi lain itu juga telah menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat.

Memberikan lahan pekerjaan baru itu merupakan solusi jangka panjang bagi pemerintah, agar masyarakat yang tadinya mencari pendapatan utama di sungai untuk mengeruk pasir diberi keterampilan untuk menciptakan pekerjaan yang baru, tanpa harus mengganggu ekosistem alam. Tidak mudah memang, tapi akan mudah dilaksanakan apabila pemerintah, khususnya pemerintah Provinsi Jawa Barat memang betul peduli terhadap masyarakat Jonggol yang merupakan bagian dari Jawa Barat

Khususnya dalam menyikapi semakin berkurangnya lahan persawahan di daerah jonggol, pemerintah daerah, khususnya Provinsi Jawa Barat agar lebih memperhatikan nasib petani di Jonggol. Agar petani tidak pesimis menjual lahannya kepada pengembang, akibat dari himpitan ekonomi. Padahal menurut KH Hasyim Asyari, Rais Akbar Nahdlatul Ulama, menjelaskan tentang bagaimana peran besar seorang petani, karena Petani itu merupakan penolong negeri. Tanpa ada petani,  ketahanan pangan kita akan terancam.

Oleh karena itu tugas kita sebagai pemuda, memberikan pemahaman kepada masyarakat betapa pentingnya menjaga keseimbangan alam. Dan betapa pentingnya melestarikan sawah sebagai ciri khas dari daerah pedesaan. Tanpa harus ketinggalan zaman, modernisasi itu memang perlu adanya namun harus disertai dengan menjaga tradisi. Itulah ciri warga negara yang baik.



Ditulis oleh Muhammad Sutisna (Anak muda Jongggol)


Dokumentasi foto lainnya:








Senin, 08 Agustus 2016

Mengawali Gerakan dengan Diskusi Virtual



Sabtu malam (6/7) telah diselenggarakan diskusi berbasis virtual oleh Jonggol Cendekia menggunakan aplikasi whatsapp. Diskusi virtual dengan terkoneksi kedalam jaringat internet (online) ini diikuti oleh 61 peserta yang terdiri dari lintas generasi (usia), lintas kompetensi ilmu, lintas profesi dan bahkan lintas negara. Ketua Jonggol Cendekia, Kang Yana menyampaikan bahwa tidak menyangka animo masyarakat Jonggol menyambut sangat positif diskusi online untuk pertama kalinya ini. "Awalnya, saya mengira diskusi online yang direncakan pada malam minggu ini akan diisi lebih banyak dari kalangan pemuda kelahiran tahun 80 s.d 90-an. Dilalah, dua hari pendaftaran diskusi dibuka, justru yang mendaftar terdiri dari pemuda Jonggol lintas generasi dan yang paling tidak muda diantara yang mendaftar berumur 48 tahun" ujar Kang Yana dalam media sosialnya.

Diskusi online ini pada dasarnya sama, sebagaimana konten jika kita melakukan disksui secara bertemu langsung. Akan tetapi tentu bagi peserta yang baru merasakan diskusi online pertama kali akan terasa berbeda sensasinya dan juga berlaku bagi Camat Jonggol, Beben, yang pertama kalinya melakukan diskusi online semi-formal menggunakan aplikasi whatsapp. Disksui online tersebut dimoderatori oleh Kang Entis dan menghadirkan Camat Jonggol, Beben Suhendar sebagai guest star. 

Mengawali diskusi, dalam sambutannya, Camat Jonggol mengapresiasi dengan diadakannya diskusi online tersebut. "senang rasanya bisa bergabung untuk bertukar pikiran dengan rekan-rekan. Membuat Jonggol lebih hidup, lebih maju, lebih sejahtera mutlak di perlukan sinergisitas semua elemen masyarakat untuk mencapai cita-cita yang di harapkan oleh warga masyarakat, agar Jonggol lebih baik. Kehadiran rekan-rekan akan membawa energi positif,  untuk itu informasi, saran, masukan, termasuk kritikan terpahitpun sangat saya harapkan. Semoga segala upaya yang sedang dan akan kita lakukan mendapat hasil yang maksimal dan penuh keberkahan". tutur Beben dalam sambutannya.

Diskusi online inipun yang terlaksana melebihi waktu yang direncanakan yakni dari pukul 19.30 s.d 22.00 WIB, yang justru berakhir pukul 23.57 WIB telah membicarakan banyak hal, dianatara isu dan sektor yang terbahas adalah dengan garis besar sebagai berikut:

1. Wisata (desa Wisata)
2. Infrastruktur jalan dan transportasi
3. Fasilitas warga (CFD, taman kota, ruang hijau terbuka dipusat kota dll)
4. Pertanian
5. Teknologi informasi dan pelayan publik
6. Sektor ekonomi
7. Pendidikan
8. Paradigma/ membranding nama baik Jonggol
8. Keamanan dan pelayanan kesehatan

Meskipun sangat meluas sektor yang dibahas, sebagai awalan banyak respon positif yang disampaikan oleh peserta diskusi. Ketua Jonggol Cendekia Kang Yana pun menegaskan bahwa diskusi online tersbut merupakan awalan sebagai pemicu agar Jonggol terbangun untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik. "diskusi kita pada malam hari ini tentu bukan ajang menyelesaikan masalah, karena masalah tidak akan selesai begitu saja dengan diskusi. Diskusi kita pada malam hari ini adalah trigger (pemicu/pemantik) untuk menumbuhkan rasa empati dan keinginan kita untuk memperbaiki lingkungan sekitar" Jelas Kang Yana.

Diakhir diskusi Kang Yana selaku ketua Jonggol Cendekia mengajak seluruh peserta diskusi untuk berkolaborasi, bersinergi membangun Jonggol. Dalam kesempatan tersebut Kang Yana menawarkan kepada peserta diskusi untuk melakukan 'kopi darat' agar diskusi dapat ditindak lanjuti menjadi gerakan yang lebih real dan dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas. "Kami dari teman-teman Jonggol Cendekia sebetulnya menawarkan untuk berkumpul langsung. Jika berkenan, malam minggu tanggal 13 atau ketika tanggal 17 Agustus dalam peringatan hari kemerdedaan Republik Indonesia, Kecamatan Jonggol" lanjut Kang Yana.

Menindaklanjuti forum diskusi online tersebut kami mengundang secara terbuka peserta diskusi online, pemuda jonggol dan masyarakat Jonggol umumnya untuk bertemu langsung 'kopi darat' pada waktu tersebut. Maka untuk lebih jelasnya waktu dan tempat pertemuan dapat menghubungi kanal informasi kami:


1. Email           : jonggol.cendekia@gmail.com
2. Fanspage     : Jonggol Cendekia

3. Instagram    : Jonggol Cendekia
4. Twitter         : Jonggol Cendekia
5. SMS center  : 085693957278



Selasa, 02 Agustus 2016

Yuk.. Ngobrolin Jonggol



Generasi muda sering kita mendengar merupakan generasi agen perubahan (agent of change), atau generasi yang akan melanjutkan estapet kepemimpinan masa depan (iron stock). Namun, tentu  generasi muda adalah generasi yang berapi-api, menggebu-gebu, yang jika diilustrasikan dengan lagu Rhoma Irama menjadi '"darah muda". Darah muda ini adalah kita, dimana rasa ingin tahu kita berlebih, semangat kita berlebih, hasrat perubahan kita berlebih, dan juga kelabilan kita pun dapat berlebih. Untuk itu, pemuda perlu urun rembug, ngariung, pa-amprok jonghok, ngobrol, agar berkumpulnya pemuda tidak merusak karena kelebihannya itu, akan tetapi pemuda berkumpul dapat membangun (agent of development). Apalagi pemuda Jonggol, kita perlu ngobrol bareng, menyamakan ide dan gagasan, apasih yang mau kita aspirasikan, curhatkan dan obrolkan tentang segala sesuatu yang bekaitan dengan Jonggol?

Yuk.. Ngobrolin Jonggol ? Agar semua kelebihan kita tersalurkan, keluh kesah akan kegalauan kita terwadahi. Sudah saatnya kita perlu urun rembug, atau kata Kang Emil mah "hidup adalah udunan". Sudah saatnya kita para pemuda Jonggol terdidik, yang ingin melihat Jonggol lebih baik untuk udunan. Udunan apa? Bisa bermacam-macam, seperti ide, masukan, kritik, saran, curhat bahkan unek-unek yang berkaitan tentang Jonggol. Sudah saatnya kita berkolaborasi bukan lagi saling sikut berkompetisi.

Jadikan kita sebagai generasi creative minority . Dimana menurut Arnold Toynbee kelompok creative minority adalah kelompok yang ia bagian minoritas dari masyarakat akan tetapi ia kreatif dan melakukan perubahan yang membangun, dan itulah kita 'pemuda'.

Yuk.. Ngobrolin Jonggol.

mengundang teman-teman pemuda Jonggol dalam diskusi santai menuangkan gagasan, ide, curhat, saran, kritik, dan apa saja yang bisa kita obrolkan tentang Jonggol. Mengisi malam minggu dengan bersilaturahmi chating bareng.

Cara pendaftaran:

Nama lengkap (spasi) Nomer Whatsapp (spasi) alamat di Jonggol (spasi) Pendidikan terkahir (spasi) Kuliah atau alumni/lulusan di Universitas/sekolah tinggi/akademi/institut jika berkuliah (spasi) Usia
kirim sms/WA ke: 
085693957278 (Kang Harry)
087774330114 (Kang Fazri) 
085772882221 (Kang Gugun) 
085771144687 (Kang Asep) 
081218357331 (Kang Entis)
08567937536   (Teh Risma)

Pelaksanaan Diskusi Online:
Sabtu/Malam Minggu, 06 Agustus 2016
keterangan: dimulai pukul 17.00 untuk penyampaian teknis dan adab diskusi

Presented by.
jonggolcendekia.org

Cijengkol, Ujung Jonggol Terabaikan


Smart mobility adalah ciri terpenuhinya transportasi publik yang nyaman dan infrastruktur jalan yang memadai sebagai pilar penopang terbentuknya smart city. Namun, yang terjadi di ujung perbatasan Jonggol, Kab. Bogor dengan Kec. Cibarusah Kab. Bekasi, tepatnya di daerah Kampung Cijengkol Desa Sukamanah Kecamatan Jonggol jauh dari kata layak. Wilayah Kampung Cijengkol yang juga berbatasan langsung dengan Kecamatan Cibarusah ini memperlihatkan ketimpangan infrastruktur dari dua daerah tersebut, dimana wilayah Cijengkol yang masuk kedalam Kecamatan Jonggol masih beralas tanah sedangkan wilayah Cibarusah sudah dicor beton.


Terkait dengan itu, Sabtu (30/7), Camat Jonggol, Beben Suhendar dalam diskusi Jonggol Forum memberikan konfirmasi dan menjelaskan bahwa ketimpangan infrastruktur tersebut diakibatkan belum adanya MoU (Memorandum of Understanding) antara pemerintah Kabupaten Bogor dengan Perum jasa tirta II Jatiluruh atau Perum Otorita Jatiluhur (POJ) selaku pemilik tanah sepanjang Jalan Irigasi di Wilayah Cijengkol tersebut. “Sampai kapanpun Jalan Irigasi itu tidak akan diperbaiki oleh pemerintah, selama pemerintah Kabupaten Bogor tidak membuat MoU dengan Perum Otorita Jatiluhur” Ujar Beben.


Beben pun sangat menyesalkan dengan lambatnya pemerintah Kabupaten Bogor dalam menyelasaikan permasalahan ini yang juga aspirasi dari masyarakat Jonggol. “Sudah empat tahun Pemda Bogor katanya mau membuat MoU, tapi sampai sekarang belum jadi juga” Jelas Beben. Padahal jika melihat infrastruktur Jalan Irigasi yang juga melintasi Kecamatan Cibarusah Kab. Bekasi sudah jauh lebih memadai, dimana Jalan sudah dicor dengan beton. “Pemerintah Bekasi bisa melakukan perbaikan jalan karena sudah ada MoU dengan Perum Otorita Jatiluhur, sedangkan Kab. Bogor sudah bertahun-tahun belum terealisasi” lanjut Beben.


Selain akses jalan yang jauh, infrastruktur yang tidak memadai karena jalan tanah berbatu dan juga tidak ada lampu penerangan. Kampung Cijengkol Desa Sukamanah ini juga perlu pendampingan dalam pemenuhan fasilitas hidup layak. Hampir sepanjang sungai irigasi banyak warga melakukan kegiatan mandi, cuci, dan kakus (mck) di sungai irigasi sekaligus. Tentu hal ini akan membahayakan kesehatan warga dan perlu perhatian khusus dari pemerintah, agar tercipanya smart living yaitu upaya terwujudnya kota sehat dan layak huni. Hal inipun senada dengan yang diinginkan oleh Enjang pemuda usia 24 tahun asal Kampung Cijengkol agar pemerintah memperhatikan nasib kampung Cijengkol. “Harapannya pemerintah bisa lebih memperhatikan kami yang di ujung Bogor ini, jalan saja sudah dari dulu sampai sekarang belum pernah diaspal” ujar Enjang. 


Reporter: Gugun Gumelar
Editor    : H. Hardiyana  
  


Jalanan tanah dan berbatu, jika hujan becek dan banyak genangan air.


Sungai irigasi kotor
Warga melakukan MCK di sungai
Tugu perbatasan Kab. Bogor dan Kab. Bekasi
perbatasan Jalan Kab. bogor dengan Kab. Bekasi
Anak kecil melakukan cuci kakus di sungai.