Minggu, 23 Oktober 2016
Potret Pendidikan: Dulu, Kini dan Esok
JONGGOL (22/10/2016)
Diskusi Publik Jonggol Cendekia edisi Oktober 2016 bertajuk "Potret
Pendidikan: Dulu, Kini dan Esok". Menampilkan tiga narasumber, yaitu Èsèp
Muhammad Zaini, Ediyar Abdul Malik, dan Hj. Siti Komisah. Sedangkan, sebagai
keynote speaker Camat Kecamatan Jonggol, Beben Suhendar, S.H., M.M.
Diskusi kali ini dipandu
oleh Muhammad Sutisna, S.Sos., pemerhati pendidikan di Jonggol sekaligus
aktivis Jonggol Cendekia. Sebagai Camat, Beben Suhendar memaparkan program yang
sudah terealisasi dan yang sedang dalam perencanaan.
"Bulan pertama saya
mengemban amanah di Jonggol, langsung mendirikan tiga sekolah, yaitu SMPN 3,
SMAN 2 dan SMKN 1 Jonggol. Tapi, untuk SMK masih ditunda dulu karena siswanya
masih sedikit. Sehingga, dimasukkan ke SMAN 2 Jonggol. InsyAllah, lahannya
sudah ada di Desa Sirnagalih seluas 2 hektar. Untuk sementara SMPN 3 menginduk
di SMPN 1 Jonggol, SMAN 2 di SMPN 2 Jonggol. Semoga, bangunannya tahun depan
terealisasi," demikian papar Beben.
Apa yang dipaparkan oleh
Camat Beben merupakan salah satu dari 30 inovasi kecamatan Jonggol yang telah
dirancangnya. Bidang pendidikan ini menjadi fokus utama bagi Beben. Sebab,
bermula dari pendidikanlah akan melahirkan manusia yang cerdas dan berkualitas
tinggi. Masyarakat Jonggol harus menjadi pelaku pembangunan, bukan sebagai
penonton.
Sebagai sambutan dari
Unit Pelaksana Teknis Pendidikan (UPTP) Jonggol, Empar, S.Pd., M.M., menyambut
gembira dengan adanya diskusi ini. "Saya sering melihat siswa yang
berkumpul atau berkoloni, baik di warung atau di pinggir jalan. Saya yakin
siswa itu butuh tempat/komunitas untuk menyalurkan hobinya. Dan, perkumpulan
semacam inilah yang kita harapkan bisa menampung aspirasi mereka,"
demikian ungkap Empar, salah seorang pengawas SD di Jonggol.
Narasumber pertama,
Ediyar Abdul Malik memaparkan pentingnya belajar. "Belajar menuntut kita
untuk berpikir. Akhirnya, kita menjadi pintar. Dalam belajar, kita memanfaatkan
otak. Kalau tidak belajar, otak kita jadi mubazir. Dengan belajar, kita akan
menjadi manusia terpelajar, realistis dan terbebas dari takhayul. Pendidikan
lain dulu lain sekarang. Di era globalisasi, kita harus mampu memanfaatkan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)," demikian penjelasan Ediyar,
yang merupakan pegiat pendidikan dan guru di SMAN 1 Jonggol.
Berikutnya, Èsèp Muhammad
Zaini, Pemimpin Redaksi Majalah Guneman dan Ketua Komunitas Gemar Menulis dan
Membaca (KAGUM) Bogor Raya, juga guru di SMPN 1 Jonggol. Èsèp mendeskripsikan
konsep Ki Hajar Dewantara, yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun
karso, dan tut wuri handayani. "Ketiga konsep itu tidak akan lekang
dimakan waktu. Pendidikan di sekolah harus menjadi taman belajar dan bermain.
Guru dan siswa harus bersama-sama menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.
Guru harus kreatif dan up date menggunakan model pembelajaran yang membuat
siswa senang belajar. Di era digital, guru harus mampu memanfaatkan TIK untuk
pembelajaran. Sekaligus guru sebagai penegak disiplin, etika dan moral. Juga,
harus tetap berbasis kearifan lokal."
Terakhir, Hj. Siti
Komisah, pegiat sekolah nonformal sekaligus guru di SMAN 1 Jonggol.
"Pendidikan nonformal tidak kalah pentingnya dibandingkan pendidikan
formal. Orang tua tidak harus memaksa anak-anaknya untuk belajar di sekolah
(formal). Kalau pendidikan formal tidak bisa menampung semua lulusan jenjang di
bawahnya. Pendidikan nonformal menjadi alternatif yang baik dan mungkin saja
paling tepat bagi anak." Demikian ungkap Hj. Siti Komisah yang merupakan
salah seorang guru asli penduduk Jonggol.
Diskusi yang dihadiri
oleh para siswa SMP, SMA, dan MA serta mahasiswa dan guru semakin menghangat,
saat sesi tanya jawab tiba. Penanya pertama, Syifa siswa Madrasah Aliyah Negeri
3 Kabupaten Bogor (semula MAN Jonggol). "Bagaimana pendapat Bapak tentang
full day school?" Demikian pertanyaan Syifa.
"Full Day School
(FDS) belum menjadi kebijakan, tetapi itu ide baik yang dilontarkan oleh
Mendikbud. Tahun 2017, akan diterapkan di beberapa sekolah yang sudah siap. Hal
itu akan dijadikan uji coba dan percontohan. Sebab, FDS sangat kompleks. Tidak mudah
dalam pelaksanaannya." Demikian jawab Èsèp.
Pertanyaan kedua dari
Aldi, siswa SMA Bina Citra Mandiri. "Bagaimana caranya Pak Camat untuk
meningkatkan mutu pendidikan di Jonggol?" "Untuk meningkatkan mutu
pendidikan, diperlukan infrastruktur, motivasi, penyamarataan kualitas
sekolah/pendidikan. Guru jangan hanya bertumpuk di perkotaan, sedangkan di desa
yang jauh kekurangan. Kita harus nyatakan jihad terhadap kebodohan dan
kemiskinan," demikian jawab Beben.
Tepat pukul 17.30,
diskusi pun diakhiri. Camat dan para narasumber serta peserta berfoto bersama.
Jonggol Cendekia sebagai penyelenggara pun mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak atas dukungan terhadap kegiatan diskusi publik ini. Jonggol
Cendekia "Menata paradigma, menuju Jonggol yang madani". (Èsèp
Muhammad Zaini)