Minggu, 15 Januari 2017
DOB Kab. Bogor Timur untuk Kesejahteraan Masyarakat
Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Bogor Timur bagi saya merupakan ide yang muncul dari
bawah (bottom up) dan atas pandangan serta prakarsa dari dalam masyarakat Bogor
bagian timur itu sendiri (inward looking). Secara umum ini dapat kita lihat
dengan parameter penyelenggaraan pelayanan pemerintahaan yang memiliki ruang
kendali terlalu luas. Dengan jumlah 40 Kecamatan, luas wilayah sekitar 1.964
kilometer persegi dan dengan jumlah penduduk sekitar 5,2 juta jiwa, Kabupaten Bogor merupakan wilayah yang begitu luas ruang
kendalinya. Hal inilah yang dapat menyebabkan tidak optimalnyanya aksesibilitas
pelayanan dasar kesehatan karena minimnya RSUD dengan akreditasi baik yang mampu
menjangkau seluruh wilayah, kedua tentang aksesibilitas pelayanan dasar
pendidikan, dan yang tidak kalah penting adalah aksesibilitas pelayanan dasar infrastruktur.
Jika kita melihat dari ketiga indikator itu saja dapat kita maknai bahwa
pemekaran wilayah itu menjadi sangat diperlukan.
Pertama, aksesibilitas pelayanan
dasar kesehatan. Bogor bagian timur saat ini hanya memiliki satu rumah sakit umum
daerah yang terletak di Kecamatan Cileungsi. Dengan fasilitas infrastruktur dan
pelayanan medis yang masih terus dibangun, RSUD Cileungsi adalah satu dari
empat RSUD di Kab. Bogor yang masih tergolong belum optimum secara akreditasi. Artinya
adalah aksesibilitas pelayanan kesehatan masyarakat Bogor timur sampai saat ini
belumlah memadai, dibandingkan jika kita melihat Kab. Bogor bagian lainnya.
Bahkan sering kita dapati masyarakat Kec. Tanjungsari yang berada diujung timur
Kab. Bogor lebih memilih untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ke Kab. Cianjur
dibandingkan ke RSUD yang berada di Kab. Bogor karena aksesibiltas yang sulit.
Kedua, aksesibilitas
pelayanan dasar pendidikan. Timpangnya angka putus sekolah di Kabupaten Bogor
antara kecamatan yang dekat dengan pusat ibu kota dan yang jauh dapat
mengindikasikan aksesibilitas pelayanan dasar pendidikan yang tidak merata. Dengan
kisaran 7 tahun angka putus sekolah dibeberapa Kecamatan Bogor Bagian timur seperti
Jonggol, Tanjungsari, Cariu dan Sukamakmur, mengindikasikan juga bahwa
Pemerintah Daerah Kab. Bogor telah gagal untuk melaksanakan program Nasional
wajib belajar/sekolah 12 tahun. Bagi saya hal ini disebabkan lagi-lagi ruang kendali Pemda
Kab. Bogor yang terlalu luas.
Ketiga, aksesibilitas
pelayanan dasar infrastruktur. Saya kira pada indikator ini masyarakat akan
menilai banyak bahwa pemerintah Kab. Bogor belum mampu melakukan pembangunan
yang merata dan proporsional. Tingginya laju pertumbuhan industri di Bogor
bagian timur seperti di Kec. Klapanunggal, Kec. Cileungsi dan Kec. Gunung Putri
yang juga daerah penyumbang PAD terbesar, justru tidak berdampak langsung dengan
infrastruktur yang memadai bahkan cenderung banyak terjadi kerusakan mislanya
dalam infrastruktur jalan. Seharusnya pembangunan kawasan industri apalagi jika
kategori industri yang akan berdampak negatif pada lingkungan hidup perlu diimbangi oleh pembangunan infrastruktur jalan
yang baik dan kawasan lingkungan hidup yang baik (livable). Abainya pemerintah
dalam pembangunan infrastruktur lingkungan hidup yang baik (livable) didalam
kawasan industri sama saja pemerintah secara sengaja memberikan penyakit dan
permasalahan sosial kepada mayarakat.
Saya kira mayoritas alasan ketiga ini juga yang akan diamini masyarakat bahwa
pemekaran wilayah menjadi suatu keperluan dan mendesak untuk segera
direalisasikan.
Selain ruang
kendali daerah Kab. Bogor yang terlalu luas dan ketidakmampuan pemerintah untuk
mengelolanya, maka jika melihat dari dalam Bogor bagian timur (inward looking)
secara mandiri, maka pemekaran wilayah sangat mungkin untuk dilakukan. Misalnya
dari aset daerah yang cukup banyak, potensi PAD yang cukup tinggi, dan adanya potensi unggulan
pengembangan wilayah di setiap kecamatan calon wilayah DOB Kab. Bogor Timur.
Sejalan
dengan Jonggol Cendekia yang ingin mengawal Jonggol untuk menjadi smart city,
maka pemekaran wilayah haruslah difokuskan pada tujuan asalnya yang mulia, yaitu
mewujudkan kesejateraan umum bagi masyarakat Bogor Timur (pemerataan kesejahteraan). Pemekaran wilayah ini
jangan sampai dinodai atau dikooptasi oleh segelintir kepentingan orang saja
atau misalnya dalam rangka separation of power dalam arti seperti
membagi-bagikan jatah kekuasaan. Tentu dialam demokrasi seperti sekarang merebut
kekuasaan bukanlah barang yang haram, jika tetap dalam koridor hukum yang
benar. Namun hingga sebelum pondasi DOB Kab. Bogor Timur ini kokoh, maka
semangat awal untuk mewujudkan kesejahteraan umum di Bogor Timur harus terus
menjadi visi bersama. Jika kesejahteraan umum itu yang ingin dicapai maka saya
kira itu akan sejalan dengan tujuan Jonggol Cendekia yang ingin mengawal
Jonggol menjadi smart city. Dimana Jonggol Smart City memiliki 6 indikator
yaitu Smart Governance (pemerintahan transparan, informatif
dan responsif), Smart Economy (menumbukan produktivitas dengan
kewirausahaan dan semangat inovasi), Smart People (peningkatan
kualitas SDM dan fasilitas hidup layak), Smart Mobility (penyediaan
sistem transportasi dan infrastruktur), Smart Environment (manajemen
sumber daya alam yang ramah lingkungan), dan Smart Living (mewujudkan
kota sehat dan layak huni).
Harry Hardiyana
Pegiat di Jonggol Cendekia